Di tengah perkembangan kecerdasan buatan yang semakin cepat, batas antara dunia digital dan kehidupan pribadi kita semakin menipis. Mulai dari asisten virtual, generator wajah, hingga deepfake yang makin realistis, teknologi kini mampu meniru manusia bukan hanya dari tampilan, tetapi juga cara bicara dan respons emosionalnya.
Di antara berbagai inovasi tersebut, muncul satu aplikasi baru yang langsung mengundang perhatian publik dan memancing diskusi intens: 2Wai, aplikasi AI yang memungkinkan pengguna “berkomunikasi” dengan versi digital dari orang yang sudah meninggal.
Aplikasi ini baru dirilis di iOS dan dikembangkan oleh startup yang dipimpin oleh mantan aktor Disney Channel Calum Worthy serta produser Hollywood Russell Geyser. Sekilas terdengar futuristik, namun justru di sinilah letak kontroversinya.
Bagaimana 2Wai Bekerja? Dari Video Singkat Menjadi “HoloAvatar”
2Wai menawarkan fitur pembuatan HoloAvatar, yaitu avatar digital yang bisa berbicara, bereaksi, dan merespons layaknya manusia dalam percakapan langsung.
Dengan hanya mengunggah:
- Sebuah video pendek
- Cuplikan suara
HoloAvatar tersebut mendukung lebih dari 40 bahasa dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan: dari “melestarikan” hubungan dengan orang yang telah tiada, membuat avatar selebritas atau tokoh sejarah, hingga menciptakan karakter pendamping AI seperti astrolog, konselor, atau pemandu wisata virtual.
Misi yang Diusung: Kendali Atas Likeness Digital
Para pendiri 2Wai menjelaskan bahwa tujuan mereka bukan sekadar menciptakan pengalaman emosional, namun juga memberikan kendali penuh bagi individu atas citra digital mereka.
Menurut mereka, perkembangan deepfake yang semakin pesat membuat orang perlu memiliki versi digital yang “resmi”, agar bisa menentukan bagaimana representasi mereka digunakan atau tidak digunakan.
Namun Tidak Semua Orang Sepakat: Inovasi atau Distopia?
Meski idenya terdengar menarik, banyak pihak mempertanyakan dampak psikologis dan etis dari aplikasi seperti ini.
Sebagian kritikus menilai bahwa teknologi semacam ini dapat mengaburkan proses berduka alami dan menciptakan ketergantungan emosional yang tidak sehat, terutama ketika avatar digital terlihat terlalu hidup dan interaktif.
Publik pun membandingkan konsep 2Wai dengan berbagai karya fiksi ilmiah yang mengangkat isu serupa, dengan nada yang tak selalu positif. Banyak yang menyebut aplikasi ini sebagai “pertanda distopia”, bukan sekadar eksperimen teknologi.
Ketika Teknologi Makin Dekat dengan Emosi Manusia
Kehadiran 2Wai mengingatkan kita bahwa kecerdasan buatan kini tidak hanya memecahkan masalah teknis, tetapi mulai menyentuh lapisan terdalam emosional manusia. Di satu sisi, teknologi ini dapat menawarkan kenyamanan dan rasa kedekatan. Namun di sisi lain, ia membuka pertanyaan besar tentang etika, identitas digital, dan batas yang seharusnya tidak kita lewati.
Apakah teknologi seperti ini membantu proses manusia, atau justru menciptakan ilusi baru yang lebih membingungkan?
Jawabannya kembali pada bagaimana kita menggunakannya, dan seberapa siap kita menghadapi konsekuensinya.
Bagaimana pendapat Anda?