Verity Harding adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam kebijakan kecerdasan buatan (AI) global, yang telah mendedikasikan kariernya untuk memastikan teknologi AI dikembangkan dengan mempertimbangkan nilai-nilai demokratis dan kepentingan masyarakat luas. Lahir pada Oktober 1984, perempuan Inggris berusia 40 tahun ini telah memposisikan dirinya sebagai jembatan vital antara dunia teknologi dan politik, dengan pengalaman unik yang mencakup pemerintahan, industri teknologi raksasa, dan dunia akademik.
Latar Belakang dan Pendidikan
Harding menempuh pendidikan di Pembroke College, Oxford, dengan gelar dalam bidang Sejarah Modern. Pada tahun 2007, ia menjadi Michael von Clemm Fellow di Harvard University, pengalaman yang memperluas perspektifnya tentang kebijakan teknologi dan hubungan internasional. Latar belakang pendidikan sejarahnya memberikan perspektif unik dalam memahami bagaimana teknologi transformatif telah berkembang sepanjang waktu dan dampaknya terhadap masyarakat.
Perjalanan Karier: Dari Politik ke Teknologi
Era Pemerintahan (2009-2013)
Karier Harding dimulai di dunia politik ketika ia bergabung dengan Nick Clegg, yang saat itu memimpin Partai Liberal Demokrat Inggris. Setelah Clegg menjadi Wakil Perdana Menteri dalam koalisi pemerintahan Cameron-Clegg pada 2010, Harding diangkat sebagai Special Adviser, bertanggung jawab atas urusan dalam negeri dan keadilan. Pada usia yang sangat muda, ia sudah berada di pusat pemerintahan Inggris, hanya dua tahun setelah lulus dari universitas.
Pengalaman paling berkesan selama masa ini adalah keterlibatannya dalam perjuangan legalisasi pernikahan sesama jenis di Inggris, yang ia kenang dengan bangga. Namun, ia juga harus berurusan dengan isu yang lebih kontroversial, termasuk apa yang dijuluki “Snoopers’ Charter” – undang-undang yang memberikan akses pemerintah terhadap data komunikasi warga. Pengalaman dengan legislasi ini membuatnya menyadari “defisit demokratis” di mana politisi dan pegawai negeri sipil kekurangan pengetahuan sosio-teknis yang diperlukan untuk menginterogasi undang-undang teknologi.
Transisi ke Google (2013-2016)
Pada Juli 2013, Harding meninggalkan pemerintahan untuk bergabung dengan Google sebagai Head of Security Policy untuk wilayah EMEA. Keputusan ini didorong oleh keyakinannya bahwa ia dapat memiliki dampak yang lebih besar sebagai “penerjemah” – menjelaskan teknologi kepada orang-orang politik dan menjelaskan politik kepada orang-orang teknologi.
Di Google, Harding menghadapi tantangan baru, termasuk menangani konten ekstremis ISIS di YouTube, yang memaksa perusahaan untuk membuat keputusan sulit tentang moderasi konten. Pengalaman ini memperkuat pemahamannya tentang pentingnya membawa perspektif luar ke dalam pengambilan keputusan teknologi.
Era DeepMind: Pionir Etika AI (2016-2022)
Pada awal 2016, Harding bergabung dengan DeepMind sebagai Global Head of Policy pertama mereka, tepat sebulan setelah kemenangan bersejarah AlphaGo atas juara dunia Go Lee Sedol. Di DeepMind, ia membangun tim yang pertama dari jenisnya: unit penelitian dan keterlibatan dalam laboratorium AI yang secara eksplisit dirancang untuk mengeksplorasi dampak AI di dunia nyata tanpa menghindari potensi bahayanya.
Pada 2017, Harding ikut mendirikan Ethics & Society Unit di DeepMind dan memainkan peran vital dalam penciptaan dan peluncuran Partnership on AI. Ia juga menjabat sebagai Co-Chair Partnership on AI Fair, Transparent, and Accountable AI working group bersama Ed Felton, Deputy U.S. Chief Technology Officer untuk Gedung Putih.
Kontribusi penting lainnya adalah keterlibatannya dalam OECD Expert Group on Artificial Intelligence pada 2018-2019, badan yang mengembangkan standar antar-pemerintah pertama tentang AI yang diadopsi oleh G20 dan seterusnya .
Formation Advisory dan Visi Entrepreneurial
Pada 2022, Harding mendirikan Formation Advisory Ltd, konsultansi AI bespoke yang membantu klien menavigasi kompleksitas teknologi yang berkembang. Perusahaan ini melayani organisasi terkemuka dari berbagai sektor yang berusaha menavigasi lanskap AI yang dinamis yang dipengaruhi oleh ketidakstabilan geopolitik dan perubahan opini publik.
Formation Advisory tidak hanya menawarkan pengetahuan teoretis, tetapi pengalaman langsung dalam membentuk evolusi AI. Sebagaimana TIME Magazine mencatat, “sedikit orang yang memahami persimpangan antara teknologi yang berkembang dan demokrasi lebih baik dari Verity Harding”.
Kontribusi Akademik: AI & Geopolitics Project
Sebagai Director of the AI and Geopolitics Project (AIxGEO) di Bennett Institute for Public Policy, University of Cambridge, Harding memimpin upaya untuk memberikan alternatif terhadap narasi “perlombaan senjata AI” dengan mendorong kerjasama global dan menciptakan kerangka kerja baru yang menempatkan hak asasi manusia dan demokrasi di jantung kebijakan teknologi.
Proyek ini bertujuan menyediakan perspektif berbeda tentang hubungan antara AI dan geopolitik, menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam mengatur teknologi yang transformatif.
“AI Needs You”: Manifesto untuk Masa Depan AI
Pada Maret 2024, Harding menerbitkan buku debutnya “AI Needs You: How We Can Change AI’s Future and Save Our Own” melalui Princeton University Press. Buku ini menolak narasi dominan yang sering menyamakan kedatangan AI dengan bom atom, sebaliknya mengambil pelajaran inspiratif dari tiga revolusi teknologi abad ke-20: perlombaan luar angkasa, fertilisasi in vitro, dan internet.
Harding berargumen bahwa masyarakat harus mengambil peran utama dalam menjawab pertanyaan mendesak tentang untuk apa dan siapa teknologi AI ini benar-benar. Ia percaya bahwa dengan pemahaman kolektif yang tepat, kita dapat memastikan AI diarahkan untuk perdamaian, merangkul keterbatasan, melayani tujuan bukan keuntungan, dan berakar kuat dalam kepercayaan masyarakat.
Buku ini mendapat sambutan positif, dengan Jason Furman dari Harvard Kennedy School memujinya sebagai karya yang “benar-benar menambah wawasan baru” dalam debat AI. McKinsey memasukkan buku ini dalam rekomendasi buku terbaik 2024.
Pengakuan Global: TIME 100 Most Influential People in AI
Pada September 2023, Harding terpilih dalam daftar TIME 100 Most Influential People in AI. TIME Magazine mengakui kontribusinya dalam memimpin kampanye yang lebih luas untuk mengejar “pendekatan berbasis hak” dalam tata kelola AI yang tidak hanya melibatkan orang-orang yang membangun AI, tetapi juga mereka yang paling terdampak olehnya.
Pengakuan ini mencerminkan pengaruhnya yang signifikan dalam membentuk diskusi global tentang masa depan AI dan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut.
Filosofi dan Pendekatan: Demokrasi dalam Era AI
Harding percaya bahwa “AI terlalu penting untuk hanya diserahkan kepada komunitas AI saja”. Filosofi intinya adalah menghindari regulasi yang murni top-down dan bahwa pendekatan yang lebih kolaboratif dan global adalah mungkin. Ia menekankan pentingnya menghindari ketakutan yang berlebihan terhadap AI, karena hal itu membuat orang disengaged, padahal yang dibutuhkan adalah keterlibatan aktif warga dalam debat politik tentang AI.
Kekhawatirannya tentang AI lebih difokuskan pada manusia yang disengaged daripada teknologi itu sendiri. Ia percaya bahwa jika kita menakut-nakuti orang, mereka akan mundur, padahal yang diperlukan adalah partisipasi aktif dalam membentuk masa depan teknologi.
Warisan dan Dampak
Verity Harding telah memainkan peran transformatif dalam membentuk bagaimana dunia memandang dan mengatur AI. Melalui kariernya yang unik – dari adviser pemerintah hingga kepala kebijakan di laboratorium AI terkemuka dunia, hingga akademisi dan pengusaha – ia telah menunjukkan bahwa teknologi yang powerful memerlukan pendekatan yang thoughtful, inclusive, dan demokratis.
Warisannya bukan hanya dalam kebijakan dan penelitian, tetapi dalam menciptakan kesadaran bahwa masa depan AI bukanlah sesuatu yang tak terelakkan, tetapi hasil dari pilihan kolektif yang kita buat sebagai masyarakat. Ia telah membuktikan bahwa dengan pemahaman yang tepat tentang sejarah, politik, dan teknologi, kita dapat membentuk AI untuk melayani kepentingan publik dan nilai-nilai demokratis.
Kesimpulan
Verity Harding adalah contoh sempurna dari pemimpin yang diperlukan di era AI – seseorang yang memahami teknologi dan politik, yang dapat berbicara kepada insinyur dan pembuat kebijakan, dan yang memiliki visi untuk masa depan AI yang demokratis dan inklusif. Melalui karyanya, ia telah menunjukkan bahwa masa depan AI tidak harus ditentukan oleh segelintir orang di Silicon Valley, tetapi dapat dan harus dibentuk oleh kita semua.
Sering merasa overwhelmed dengan berita AI yang terlalu banyak? I hear you. Subscribe ke Artifisial Newsletter dan dapatkan informasi teknologi AI terkini agar kamu tetap up-to-date tanpa buang waktu.