• About
  • Privacy Policy
  • Terms of Services
0
0
Artifisial Creative Universe Artifisial Creative Universe Artifisial Creative Universe
  • AI News
    • Apple
    • Anthropic
    • OpenAI
    • Meta
    • Microsoft
    • Amazon
    • Google
    • xAI
  • TOP 100 Tokoh AI
  • Cool AI Tools
  • Grup Komunitas
  • Subscribe
  • Tokoh AI

Richard Mathenge: Pejuang Hak Pekerja AI di Afrika

  • N Firmansyah
Total
0
Shares
0
0
0

Richard Mathenge adalah sosok yang berani berdiri di garis depan perjuangan untuk hak-hak pekerja kecerdasan buatan (AI) di Afrika. Pada usia 38 tahun, pria asal Kenya ini telah menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam industri AI global, bukan karena inovasi teknologinya, melainkan karena keberaniannya membongkar sisi gelap dari industri yang terlihat glamor ini.

Latar Belakang dan Perjalanan Karier

Richard Mathenge memulai perjalanannya di dunia teknologi setelah meraih gelar dari Africa Nazarene University, Nairobi pada tahun 2018. Dengan latar belakang sebagai profesional Public Relations yang berpengalaman lebih dari tujuh tahun di industri layanan pelanggan, Mathenge awalnya bekerja di sektor teknologi Nairobi yang sedang berkembang.

Pada tahun 2021, Mathenge bergabung dengan Sama, sebuah perusahaan penyedia layanan anotasi AI yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar. Awalnya, ia ditugaskan untuk melabeli gambar LiDAR untuk mobil self-driving, di mana ia harus mengidentifikasi orang, kendaraan, dan objek lainnya untuk membantu model AI memahami lingkungan jalan raya dengan lebih baik.

Pengalaman Traumatis dalam Melatih ChatGPT

Kehidupan Mathenge berubah drastis ketika ia dipindahkan untuk bekerja pada proyek OpenAI. Sebagai team lead, ia dan timnya bertanggung jawab untuk melatih ChatGPT melalui proses yang disebut Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF). Tugasnya adalah membaca dan mengklasifikasikan konten eksplisit dan berbahaya agar ChatGPT dapat menghindarinya ketika berinteraksi dengan pengguna.

Selama sembilan jam per hari, lima hari seminggu, Mathenge dan timnya harus membaca konten yang sangat mengganggu, termasuk materi pelecehan seksual anak, kekerasan, dan ujaran kebencian. Salah satu konten yang ia baca menggambarkan seorang ayah melakukan hubungan seks dengan hewan di depan anaknya, sementara konten lain melibatkan adegan pemerkosaan anak. Beberapa konten bahkan terlalu mengerikan untuk ia ceritakan.

Dampak psikologis dari pekerjaan ini sangat berat. Mophat Okinyi, seorang analis QA dalam tim Mathenge, mengalami insomnia, kecemasan, depresi, dan serangan panik. Tekanan mental ini bahkan menyebabkan istrinya meninggalkannya pada tahun lalu. “Betapa pun senangnya saya melihat ChatGPT menjadi terkenal dan digunakan banyak orang di seluruh dunia, membuatnya aman telah menghancurkan keluarga saya,” kata Okinyi.

Ketidakadilan Upah dan Kondisi Kerja

Meskipun OpenAI mengklaim membayar kontraktor Sama $12,50 per jam, Mathenge dan rekan-rekannya hanya menerima sekitar $1 per jam, bahkan terkadang kurang dari itu. Kesenjangan ini menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan teknologi Global North mengeksploitasi pekerja di Global South.

Kondisi kerja yang buruk ini tidak hanya soal upah rendah, tetapi juga kurangnya dukungan kesehatan mental yang memadai. Tim Mathenge mulai menunjukkan tanda-tanda trauma dan ketidaktertarikan untuk datang bekerja. “Saya bisa tahu kapan tim saya tidak baik-baik saja, saya bisa tahu kapan mereka tidak tertarik untuk datang bekerja,” kata Mathenge.

Pembentukan African Content Moderators Union

Menghadapi kondisi kerja yang tidak manusiawi ini, Mathenge mengambil langkah berani pada Mei 2023. Bersama 150 pekerja AI Afrika lainnya, ia memilih untuk membentuk African Content Moderators Union, serikat pekerja pertama untuk moderator konten di Afrika. Serikat ini bertujuan melindungi hak-hak pekerja teknologi dan AI dari berbagai perusahaan, termasuk ChatGPT, Facebook, dan TikTok.

Sebagai co-founder dan admin serikat ini, Mathenge memposisikan dirinya sebagai jembatan antara organisasi teknologi AI dan pekerja AI6. “Saya lebih mengidentifikasi diri sebagai jembatan antara organisasi teknologi AI dan pekerja teknologi atau pekerja AI,” katanya.

Advokasi dan Perjuangan Hukum

Perjuangan Mathenge tidak berhenti pada pembentukan serikat pekerja. Pada Juli 2023, ia bersama tiga mantan rekan ChatGPT mengajukan petisi ke Parlemen Kenya, meminta para legislator untuk menyelidiki praktik outsourcing perusahaan teknologi besar di Kenya dan membuat regulasi untuk melindungi pekerja.

“Itu adalah kewajiban kami untuk menghubungi Parlemen,” kata Mathenge, menambahkan bahwa pekerja manusia di balik AI “diperlakukan seperti sampah”. Petisi ini menandai langkah penting dalam upaya melindungi hak-hak pekerja teknologi di Afrika.

Pengakuan Internasional

Keberanian dan perjuangan Mathenge mendapat pengakuan internasional ketika TIME Magazine memasukkannya dalam daftar “100 Most Influential People in AI 2023”. Pengakuan ini menempatkannya bersama tokoh-tokoh besar seperti Sam Altman, founder OpenAI. TIME memuji Mathenge karena memperjuangkan tenaga kerja manusia yang membuat model bahasa besar lebih aman untuk digunakan.

Visi untuk Masa Depan AI yang Etis

Meskipun mengalami trauma dari pekerjaannya, Mathenge tetap percaya pada potensi positif AI jika diregulasi dengan baik6. Ia meyakini bahwa AI dapat membantu mengatasi berbagai tantangan global seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, perubahan iklim, dan kekurangan energi6.

“AI jika diregulasi dan ketika diregulasi dapat menjadi platform yang menawarkan solusi yang lebih besar dan lebih baik, bukan sesuatu yang akan kita perjuangkan,” katanya6. Mathenge juga melihat AI sebagai peluang besar untuk menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda Afrika, terutama di benua yang menghadapi tingkat pengangguran tinggi6.

Dampak dan Warisan

Perjuangan Mathenge telah membuka mata dunia terhadap sisi gelap industri AI yang sering diabaikan. Tanpa pekerja seperti dirinya, tidak akan ada AI yang aman seperti yang kita kenal sekarang. Namun, kontribusi mereka sering kali tidak diakui, dan mereka bahkan tidak selalu tahu untuk siapa mereka bekerja.

Melalui dokumenter yang ia buat, Mathenge berharap dapat menginspirasi pekerja data di seluruh dunia untuk bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka. “Tanpa kami, tidak ada AI,” tegasnya, menekankan pentingnya mengakui dan melindungi pekerja dalam rantai pasokan AI.

Kesimpulan

Richard Mathenge bukan hanya seorang pekerja teknologi biasa, tetapi seorang pejuang hak asasi manusia di era digital. Melalui keberaniannya membongkar eksploitasi pekerja AI di Afrika dan membentuk serikat pekerja pertama di benua tersebut, ia telah mengubah percakapan global tentang etika AI dan hak pekerja.

Kisah Mathenge mengingatkan kita bahwa di balik kemajuan teknologi yang memukau, ada manusia-manusia yang berkorban untuk membuatnya mungkin. Perjuangannya untuk keadilan, transparansi, dan perlakuan yang bermartabat bagi pekerja AI akan terus menginspirasi generasi mendatang untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak datang dengan mengorbankan kemanusiaan.

Sering merasa overwhelmed dengan berita AI yang terlalu banyak? I hear you. Subscribe ke Artifisial Newsletter dan dapatkan informasi teknologi AI terkini agar kamu tetap up-to-date tanpa buang waktu.
Total
0
Shares
Share 0
Tweet 0
Pin it 0
Related Topics
  • ChatGPT
  • Kenya
N Firmansyah

I have over 8+ years of experience working remotely with companies from Vietnam, the United Kingdom, Singapore, and Indonesia.

Previous Article
  • Tokoh AI

Anna Eshoo: Wajah Kebijakan AI di Silicon Valley Congress!

  • N Firmansyah
View Post
Next Article
  • Tokoh AI

Sneha Revanur: Suara Generasi Muda dalam Regulasi AI

  • N Firmansyah
View Post
You May Also Like
View Post
  • Tokoh AI

John Honovich: Penjaga Etika di Tengah Gempuran AI Penuh Pengawasan

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Rootport: Mangaka Misterius yang Menggandeng AI untuk Mengubah Dunia Komik

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Arvind Narayanan & Sayash Kapoor: Duo Penjaga Akal Sehat di Tengah Hype AI

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Kalika Bali: Suara AI untuk Semua Bahasa, dari Desa ke Dunia

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Emily M. Bender: Sang Pengurai Mitos AI Lewat Bahasa & Logika

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Yoshua Bengio: Sang “Godfather of AI” & Penjaga Etika Kecerdasan Buatan

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Max Tegmark: Fisikawan yang Mengawal Masa Depan AI dengan Ilmu dan Nurani

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
View Post
  • Tokoh AI

Romesh & Sunil Wadhwani: Saudara Kembar Visi yang Menyatukan AI dan Kemanusiaan

  • N Firmansyah
  • July 15, 2025
Artifisial Creative Universe Artifisial Creative Universe
  • About
  • Privacy Policy
  • Terms of Services

Input your search keywords and press Enter.