Joy Adowaa Buolamwini adalah ilmuwan komputer, aktivis digital, dan pendiri Algorithmic Justice League (AJL)—sebuah organisasi yang berfokus pada keadilan dan akuntabilitas dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI). Ia dikenal luas sebagai “the conscience of the AI Revolution” berkat dedikasinya mengungkap dan melawan bias algoritma dalam teknologi, khususnya dalam sistem pengenalan wajah dan aplikasi AI yang berdampak pada masyarakat luas.
Latar Belakang dan Pendidikan
Lahir di Edmonton, Kanada, dari orang tua Ghana, Buolamwini tumbuh di Ghana dan kemudian pindah ke Amerika Serikat pada usia empat tahun. Ketertarikannya pada teknologi muncul sejak kecil, terinspirasi oleh robot MIT bernama Kismet. Ia belajar pemrograman secara otodidak sejak usia sembilan tahun dan aktif di bidang olahraga selama sekolah menengah.
Buolamwini meraih gelar sarjana di bidang Ilmu Komputer dari Georgia Institute of Technology sebagai Stamps President’s Scholar, lalu melanjutkan studi master di University of Oxford sebagai Rhodes Scholar, serta master kedua dan PhD di MIT Media Lab. Disertasinya di MIT meneliti bias algoritma dalam sistem AI komersial.
Misi dan Advokasi: Algorithmic Justice League
Pada 2016, Buolamwini mendirikan Algorithmic Justice League (AJL) untuk mempromosikan AI yang adil, inklusif, dan akuntabel. AJL memadukan seni, riset, dan advokasi publik untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya bias algoritma. Mereka aktif mengadakan kampanye, pameran interaktif, serta workshop untuk memperluas pemahaman publik dan komunitas teknologi mengenai isu bias dan diskriminasi dalam AI.
AJL juga bermitra dengan organisasi seperti Black Girls Code untuk mendorong lebih banyak perempuan dan kelompok minoritas terlibat di bidang STEM, serta menyediakan sumber daya dan pelatihan tentang etika AI dan mitigasi bias.
Riset dan Dampak Global: Gender Shades
Karya paling berpengaruh Buolamwini adalah proyek Gender Shades di MIT, yang mengungkap bias ras dan gender pada sistem pengenalan wajah dari perusahaan besar seperti Microsoft, IBM, dan Amazon. Studi ini menunjukkan bahwa sistem tersebut jauh lebih akurat dalam mengenali wajah pria kulit putih dibandingkan perempuan berkulit gelap, membuktikan bahwa data pelatihan yang tidak inklusif dapat memperkuat diskriminasi struktural dalam teknologi.
Temuan Gender Shades mendorong perubahan besar di industri. Microsoft, IBM, dan Amazon melakukan perbaikan signifikan pada produk mereka dan memperketat kebijakan penggunaan teknologi pengenalan wajah. Proyek ini juga menjadi landasan advokasi global untuk regulasi dan transparansi dalam pengembangan AI.
Seni, Komunikasi, dan Pengaruh Budaya
Buolamwini dikenal sebagai “poet of code” karena kemampuannya memadukan seni dan sains. Karya visual auditnya, seperti “AI, Ain’t I A Woman?”, menampilkan kegagalan AI mengenali wajah perempuan kulit hitam ikonik seperti Oprah Winfrey dan Michelle Obama. Karya ini ditampilkan di museum-museum internasional dan menjadi bagian dari dokumenter Coded Bias, yang memperluas pemahaman publik tentang risiko AI terhadap hak sipil dan demokrasi.
Sebagai komunikator sains, Buolamwini menulis opini di media seperti TIME dan New York Times, serta menjadi pembicara di forum global seperti World Economic Forum dan PBB. TED Talk-nya tentang bias algoritma telah ditonton lebih dari 1,7 juta kali.
Pengakuan dan Penghargaan
Buolamwini telah menerima berbagai penghargaan internasional, termasuk:
- Bloomberg 50
- Tech Review 35 under 35
- Forbes Top 50 Women in Tech (termuda)
- Forbes 30 under 30
- Fortune World’s Greatest Leaders 2019
- BBC 100 Women
Ia juga menjadi penulis buku laris Unmasking AI: My Mission to Protect What is Human in a World of Machines dan menjadi penasehat di berbagai panel global, termasuk Global Tech Panel yang membimbing pemimpin dunia tentang mitigasi risiko AI.
Visi dan Warisan
Joy Buolamwini percaya bahwa AI harus dikembangkan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan menghormati martabat manusia. Ia menekankan bahwa bias algoritma dapat menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada bias manusia, sehingga regulasi dan akuntabilitas sangat penting dalam era digital.
Melalui AJL, karya seni, riset, dan advokasinya, Buolamwini telah mengubah lanskap diskusi global tentang etika AI. Ia menginspirasi generasi baru ilmuwan, insinyur, dan pembuat kebijakan untuk membangun teknologi yang benar-benar inklusif dan adil.
“Algorithmic bias, like human bias, results in unfairness. However, algorithms, like viruses, can spread bias on a massive scale at a rapid pace.” – Joy Buolamwini
Kesimpulan
Joy Buolamwini adalah pelopor keadilan algoritma yang telah membawa isu bias AI ke panggung dunia. Melalui riset, seni, dan advokasi, ia membuktikan bahwa teknologi hanya akan adil jika manusia di baliknya juga berkomitmen pada keadilan. Warisannya adalah dunia AI yang lebih transparan, inklusif, dan manusiawi—sebuah visi yang semakin relevan di era kecerdasan buatan yang kian meresap ke seluruh aspek kehidupan.
Sering merasa overwhelmed dengan berita AI yang terlalu banyak? I hear you. Subscribe ke Artifisial Newsletter dan dapatkan informasi teknologi AI terkini agar kamu tetap up-to-date tanpa buang waktu.