Di tengah laju kecanggihan teknologi dan berkembangnya kecerdasan buatan (AI), ada satu nama yang muncul sebagai pengingat penting: bahwa AI bukan hanya soal seberapa pintar, tapi juga seberapa adil. Nama itu adalah Inioluwa Deborah Raji, peneliti muda, vokal, dan sangat berpengaruh yang mendedikasikan hidupnya untuk memastikan AI tidak meninggalkan siapa pun.
🌍 Dari Nigeria ke Dunia Internasional
Deborah lahir di Port Harcourt, Nigeria, dan pindah ke Kanada saat berusia empat tahun. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan minat besar terhadap sains dan keadilan sosial.
📚 Ia menempuh pendidikan di University of Toronto, jurusan Engineering Science. Di sana, ia aktif menginisiasi Project Include, sebuah gerakan untuk memperluas akses pendidikan teknik ke kelompok kurang terwakili. Sekarang, ia sedang menempuh PhD di UC Berkeley sambil menjadi fellow di berbagai lembaga hak sipil dan teknologi.
💡 Momen Pembuka Mata: Magang yang Mengubah Segalanya
Tahun 2017, saat magang di perusahaan AI bernama Clarifai, Deborah mendapati bahwa sistem AI yang digunakan untuk menyaring konten “NSFW” justru menandai foto orang kulit gelap sebagai tidak pantas. Kenapa? Karena data yang digunakan tidak beragam, dan inilah salah satu bentuk nyata bias algoritma.
😳 Pengalaman ini menjadi titik balik. Ia sadar: kalau tidak diawasi, AI bisa memperkuat ketidakadilan.
🧠 Bekerja Demi Keadilan Algoritmik
Deborah kemudian bergabung dengan Algorithmic Justice League, bekerja sama dengan Joy Buolamwini dari MIT dalam proyek ikonik bernama Gender Shades. Hasil riset mereka menggemparkan:
📸 Sistem pengenalan wajah dari perusahaan besar seperti IBM dan Microsoft ternyata 34% lebih buruk dalam mengenali perempuan berkulit gelap dibanding pria berkulit terang.
🎯 Dampaknya? IBM, Amazon, dan Microsoft mulai mengevaluasi dan bahkan menghentikan sementara penjualan teknologi pengenalan wajah mereka untuk penggunaan aparat.
🧾 Membangun Standar Etika di Dunia AI
Tak berhenti di sana, Deborah juga menjadi bagian dari tim Ethical AI di Google, di mana ia membantu merancang:
- Model Cards – semacam “label kandungan” untuk AI, agar transparan tentang kekuatan dan batasnya.
- Audit sistem AI – langkah penting agar teknologi dievaluasi secara menyeluruh sebelum diluncurkan ke publik.
🛠️ Kini, pendekatan yang ia gagas telah diadopsi oleh berbagai organisasi seperti OpenAI dan Hugging Face, dan menjadi standar baru di dunia AI.
🤝 AI untuk Semua: Dari Komunitas, Oleh Komunitas
Deborah juga terlibat di berbagai lembaga independen, seperti:
- Mozilla Foundation
- AI Now Institute
- Partnership on AI
Ia membantu menciptakan alat audit terbuka, agar siapa pun bisa memeriksa apakah AI itu adil. 💪🏾
🏆 Penghargaan & Pengakuan Dunia
Deborah Raji dikenal luas secara global dan menerima banyak penghargaan, termasuk:
🏅 MIT Technology Review: Innovators Under 35
🏅 EFF Pioneer Award (2020)
🏅 Forbes 30 Under 30 (2021)
🏅 TIME100 AI (2023)
🏅 Mozilla Rise 25 & Tech For Humanity Prize (2024)
Semua ini menunjukkan pengaruhnya yang luar biasa, meski usianya masih tergolong muda.
🌟 Filosofi: Teknologi Harus Bertanggung Jawab
Buat Deborah, AI bukan hanya urusan teknis, tapi urusan kemanusiaan. Ia percaya bahwa:
“Audit AI bukan cuma teori, tapi harus jadi praktik nyata.”
– Inioluwa Deborah Raji
Dia mendorong dunia untuk melihat teknologi bukan sebagai alat netral, melainkan sebagai kekuatan yang harus diawasi, dikritisi, dan diarahkan untuk kebaikan bersama.
✨ Penutup: Teknologi yang Adil Itu Mungkin
Deborah Raji membuktikan bahwa kamu bisa muda, perempuan, dan kulit hitam, dan tetap jadi suara penting dalam dunia teknologi global.
Ia adalah contoh nyata bahwa teknologi bisa (dan harus) melayani semua orang, bukan hanya segelintir kelompok. Di tengah derasnya arus AI, Deborah berdiri tegak sebagai kompas moral, memastikan keadilan tetap jadi tujuan utama.
Sering merasa overwhelmed dengan berita AI yang terlalu banyak? I hear you. Subscribe ke Artifisial Newsletter dan dapatkan informasi teknologi AI terkini agar kamu tetap up-to-date tanpa buang waktu.